Metrotvnews.com, Bantul: Tanaman padi di lahan sawah
seluas 95 hektare di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta,
gagal panen akibat kekeringan pada musim kemarau saat ini. "Ini yang
terparah sejak 2006," kata Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan
(Dispertahut) Bantul Edy Suhariyanta di Bantul, Sabtu
(20/8).Menurut dia, baru pertengahan musim kemarau saja sudah
95 hektare tanaman padi di Bantul mengalami kekeringan. "Padahal, pada
tahun lalu tanaman padi yang kekeringan selama musim kemarau hanya 38
hektare," katanya.Ia mengatakan kekeringan yang menyebabkan
gagal panen pada tanaman padi seluas 95 hektare itu, 93 hektare di
antaranya terjadi di wilayah Kecamatan Sedayu, dan dua hektare di
Kecamatan Piyungan. "Tanaman padi mengalami kekeringan karena tidak
ada air irigasi," katanya.Ia menjelaskan kekeringan di
Kecamatan Sedayu akibat irigasi Van der Wijck yang airnya dari Sungai
Progo, debitnya semakin kecil. Selain itu, juga akibat distribusi air
irigasi tidak merata."Air irigasi sebagian besar hanya
dinikmati para petani yang berada di bagian hulu (Kabupaten Sleman),
sedangkan yang di bagian hilir (Kabupaten Bantul) hanya mendapatkan
sisanya, bahkan terkadang tidak kebagian," katanya.Menurut
dia, petani di bagian hulu banyak menggunakan air untuk perikanan,
sehingga petani di hilir tidak kebahagian air dalam porsi yang sama
untuk sawah mereka. "Debit air Sungai Progo juga semakin kecil, karena
pendangkalan akibat endapat material dari erupsi Gunung Merapi,"
katanya.Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Kabupaten Bantul
Yulianto membenarkan, petani di wilayah Kabupaten Bantul sering tidak
kebagian air irigasi Van der Wijck karena yang di bagian hulu selain
mengambil air untuk irigasi sawah, juga untuk
perikanan.Padahal, air untuk perikanan lebih banyak 10 kali
lipat dibandingkan untuk sawah. Kalau sawah butuh 1,2 hingga 1,5 liter
per detik, sedangkan perikanan butuh 15 liter per
detik."Akibat tidak meratanya pembagian air tersebut, dan ini
sering terjadi setiap tahun, sangat merugikan petani di bagian hilir.
Kalau ketersediaan airnya cukup, tidak apa-apa, namun kalau debit
airnya kecil akibat kemarau, maka petani di hilir tidak memperoleh air
irigasi sama sekali," katanya.(Ant/BEY) salt|david wu|macau|news of the world|michele bachmann quotes
seluas 95 hektare di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta,
gagal panen akibat kekeringan pada musim kemarau saat ini. "Ini yang
terparah sejak 2006," kata Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan
(Dispertahut) Bantul Edy Suhariyanta di Bantul, Sabtu
(20/8).Menurut dia, baru pertengahan musim kemarau saja sudah
95 hektare tanaman padi di Bantul mengalami kekeringan. "Padahal, pada
tahun lalu tanaman padi yang kekeringan selama musim kemarau hanya 38
hektare," katanya.Ia mengatakan kekeringan yang menyebabkan
gagal panen pada tanaman padi seluas 95 hektare itu, 93 hektare di
antaranya terjadi di wilayah Kecamatan Sedayu, dan dua hektare di
Kecamatan Piyungan. "Tanaman padi mengalami kekeringan karena tidak
ada air irigasi," katanya.Ia menjelaskan kekeringan di
Kecamatan Sedayu akibat irigasi Van der Wijck yang airnya dari Sungai
Progo, debitnya semakin kecil. Selain itu, juga akibat distribusi air
irigasi tidak merata."Air irigasi sebagian besar hanya
dinikmati para petani yang berada di bagian hulu (Kabupaten Sleman),
sedangkan yang di bagian hilir (Kabupaten Bantul) hanya mendapatkan
sisanya, bahkan terkadang tidak kebagian," katanya.Menurut
dia, petani di bagian hulu banyak menggunakan air untuk perikanan,
sehingga petani di hilir tidak kebahagian air dalam porsi yang sama
untuk sawah mereka. "Debit air Sungai Progo juga semakin kecil, karena
pendangkalan akibat endapat material dari erupsi Gunung Merapi,"
katanya.Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Kabupaten Bantul
Yulianto membenarkan, petani di wilayah Kabupaten Bantul sering tidak
kebagian air irigasi Van der Wijck karena yang di bagian hulu selain
mengambil air untuk irigasi sawah, juga untuk
perikanan.Padahal, air untuk perikanan lebih banyak 10 kali
lipat dibandingkan untuk sawah. Kalau sawah butuh 1,2 hingga 1,5 liter
per detik, sedangkan perikanan butuh 15 liter per
detik."Akibat tidak meratanya pembagian air tersebut, dan ini
sering terjadi setiap tahun, sangat merugikan petani di bagian hilir.
Kalau ketersediaan airnya cukup, tidak apa-apa, namun kalau debit
airnya kecil akibat kemarau, maka petani di hilir tidak memperoleh air
irigasi sama sekali," katanya.(Ant/BEY) salt|david wu|macau|news of the world|michele bachmann quotes
No comments:
Post a Comment